Keteguhan mempertahankan nilai-nilai kultural seperti layaknya memegang prinsip hidup, hingga tak akan lekang tergerus jaman, ambisi, dan keserakahan. Pilihan itulah yang saat ini masih dipegang teguh oleh Masyarakat adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya.
Namun kemarin banyak media massa memberitakan tentang kemelut yang tengah melanda Kampung Naga yang ikut terkena imbas dari program konversi minyak tanah ke gas, sehingga masyarakat adat Kampung Naga melakukan aksi boikot wisatawan sejak Kamis 14 Mei 2009. Dan hal ini tentu akan mengancam dunia pariwisata di Jawa Barat, karena dalam sebulan diperkirakan Kampung Naga mampu menarik wisatawan hingga 1.500 orang. Lantas mengapa warga Kampung Naga keberatan dengan program konversi minyak tanah ke gas?
Seperti yang kita ketahui bahwa bahan bakar jenis minyak tanah, bagi masyarakat adat Kampung Naga merupakan kebutuhan primer. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan penerangan (tidak menggunakan listrik karena akan merusak nilai kultural dan mengubah keaslian wajah Kampung Naga). Sedangkan untuk kebutuhan memasak, masih menggunakan kayu bakar. Kebutuhan minyak tanah untuk menerangi 121 umpi (rumah) masyarakat kampung naga mencapai 1000 liter/bulan. Dan karena saat ini suplai minyak tanah mulai berkurang maka sudah pasti warga Kampung Naga kesulitan memperoleh minyak tanah.
Sebuah dilema, antara keteguhan mempertahankan nilai kultural dan tuntutan jaman. Bukan tidak mungkin, ketika nilai kultural (prinsip hidup) yang begitu dipegang teguh selama ini, suatu saat pasti akan bersinggungan dengan tuntutan jaman. Yang manakah yang akan jadi juaranya? Akankah keteguhan itu masih dapat dipertahankan?
Kita hanya dapat berharap, mudah-mudahan ditemukan solusi bagi kemelut masyarakat Kampung Naga, karena bagaimana pun nilai kultural dan budaya asli suatu suatu daerah merupakan aset berharga yang harus tetap dilestarikan. Semoga...
(dari berbagai sumber).
Namun kemarin banyak media massa memberitakan tentang kemelut yang tengah melanda Kampung Naga yang ikut terkena imbas dari program konversi minyak tanah ke gas, sehingga masyarakat adat Kampung Naga melakukan aksi boikot wisatawan sejak Kamis 14 Mei 2009. Dan hal ini tentu akan mengancam dunia pariwisata di Jawa Barat, karena dalam sebulan diperkirakan Kampung Naga mampu menarik wisatawan hingga 1.500 orang. Lantas mengapa warga Kampung Naga keberatan dengan program konversi minyak tanah ke gas?
Seperti yang kita ketahui bahwa bahan bakar jenis minyak tanah, bagi masyarakat adat Kampung Naga merupakan kebutuhan primer. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan penerangan (tidak menggunakan listrik karena akan merusak nilai kultural dan mengubah keaslian wajah Kampung Naga). Sedangkan untuk kebutuhan memasak, masih menggunakan kayu bakar. Kebutuhan minyak tanah untuk menerangi 121 umpi (rumah) masyarakat kampung naga mencapai 1000 liter/bulan. Dan karena saat ini suplai minyak tanah mulai berkurang maka sudah pasti warga Kampung Naga kesulitan memperoleh minyak tanah.
Sebuah dilema, antara keteguhan mempertahankan nilai kultural dan tuntutan jaman. Bukan tidak mungkin, ketika nilai kultural (prinsip hidup) yang begitu dipegang teguh selama ini, suatu saat pasti akan bersinggungan dengan tuntutan jaman. Yang manakah yang akan jadi juaranya? Akankah keteguhan itu masih dapat dipertahankan?
Kita hanya dapat berharap, mudah-mudahan ditemukan solusi bagi kemelut masyarakat Kampung Naga, karena bagaimana pun nilai kultural dan budaya asli suatu suatu daerah merupakan aset berharga yang harus tetap dilestarikan. Semoga...
(dari berbagai sumber).