Penggalan Jurnal Kehidupan, Kisah, Inspirasi, Informasi, Tips, Opini

Minggu, 26 September 2010

Apa Imbalannya Kita Melakukan Kebaikan?

Pernahkah Anda mendengar teman sejawat Anda bertanya; "Jika saya memberi lebih kepada perusahaan, apa imbalannya untuk saya?" Terdengar familiar bukan? Sejauh yang kita sama tahu, lumrahnya orang yang berkontribusi lebih akan mendapatkan imbalan lebih. Hanya saja, kadang imbalan tidak selalu berupa uang. Sebab ketika seorang atasan menepuk bahu bawahannya karena hasil kerjanya lebih baik dari teman-temannya; itu adalah termasuk suatu imbalan. Ketika para pelanggan lebih puas dengan pelayanan kita dibandingkan yang dilakukan oleh teman-teman kita, maka itupun sebuah imbalan.

Dalam kehidupan duniawi, tidak semua perbuatan baik mendapatkan imbalan yang pantas. Perusahaan banyak yang pelit kepada karyawan, atasan banyak yang tidak adil dalam mengambil keputusan, teman banyak yang mengklaim pekerjaan orang lain sebagai miliknya sendiri. Sedangkan Tuhan, tidak pernah keliru dalam menilai dan memberi imbalan. Hitungannya sudah pasti dijamin akurat. Oleh karena itu hanya kepada Tuhanlah kita menggantungkan harapan. "Wa ilaa robbika farghob" yang berarti "Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu menggantungkan harapan."

Maka marilah kita terus berkarya, hingga sebanyak mungkin potensi diri kita yang dapat didayagunakan. Agar banyak manfaat yang bisa kita tebarkan. Sedangkan imbalannya, mungkin kita dapatkan secara kontan di dunia. Atau mungkin langsung dimasukkan kedalam rekening tabungan kita untuk bekal diakhirat kelak.

Dan mari setelah kita menyelesaikan suatu kegiatan yang baik, kita lakukan lagi kegiatan baik lainnya. Menyelesaikannya, lalu mulai lagi dengan kegiatan baik lainnya lagi. Terus menerus begitu. Mumpung kita masih punya waktu sebelum Tuhan menyetop waktu kita di dunia.



Meski kebaikan yang kita lakukan itu kecil saja, imbalannya tetap ada
dan bermakna.


Share:

Jumat, 24 September 2010

Apakah Kita Telah Benar-benar Bertanggungjawab Dengan Waktu Kita?

Tahukah Anda salah satu keluhan yang paling sering kita lontarkan adalah tentang keterbatasan waktu? Mungkin pernah atau bahkan saat ini, kita merasa seolah-olah pekerjaan yang harus kita selesaikan begitu banyaknya. Sehingga hal-hal yang seharusnya selesai, malah terbengkalai.



Bagi orang-orang yang berpikiran positif, selalu memandang keterbatasan waktu sebagai sinyal baginya agar benar-benar memanfaatkan waktu yang tersedia untuk hal-hal yang bermanfaat. Mereka memastikan bahwa waktunya digunakan dengan efektif, untuk hal-hal yang positif secara produktif. Sedangkan bagi orang-orang yang berpikiran negatif, memandang keterbatasan waktu sebagai penghalang, sekaligus alasan untuk tidak menyelesaikan tanggungjawabnya. Pertanyaannya sekarang adalah; apakah memang pekerjaan kita yang terlalu banyak, ataukah kita yang tidak benar-benar menggunakan waktu yang kita miliki untuk hal-hal yang berguna?

Ironis sekali bila seringkali kita mengatakan kepada atasan bahwa kita tidak mempunyai cukup waktu untuk mengerjakan begitu banyaknya tugas ini dan itu yang dibebankan perusahaan kepada kita. Kita mengeluhkan terlalu banyaknya pekerjaan; sementara disaat seharusnya kita bekerja, kita mungkin malah menyia-nyiakan waktu kita untuk sesuatu yang sama sekali tak berguna buat perusahaan yang membayar kita. Tidak juga bisa menjadikan diri kita tambah pintar, atau lebih terampil.

Kitapun bukannya harus bersembunyi dari atasan kita. Karena permasalahannya bukan terletak pada apakah kita bisa bersembunyi dari atasan atau tidak. Bukan pula apakah waktu itu kita sia-siakan dengan mengobrol yang tidak jelas atau melakukan hal lain yang kurang bermanfaat. Melainkan apakah kita telah benar-benar bertanggungjawab dengan waktu kita?

Ada orang yang mengatakan; "Setelah semua pekerjaan sudah saya selesaikan, maka soal sisa waktu yang ada, itu adalah mutlak urusan saya. Mau saya gunakan untuk apa sisa waktu itu terserah saya."
Jika kita mendengar perkataan semacam ini, perlu diuji kebenarannya. Betulkah pekerjaan orang ini sudah selesai? Atau barangkali memang perusahaan telah salah mempekerjakan orang.

Jaman sekarang perusahaan-perusahan lebih membutuhkan orang-orang yang bukan hanya terampil. Tetapi juga penuh inisiatif. Karena orang-orang
yang sekedar terampil mungkin bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan juklak. Sedangkan orang-orang yang melengkapi keterampilannya dengan inisiatif; bukan sekedar akan menyelesaikan pekerjaan, melainkan datang kepada atasannya dengan gagasan-demi gagasan. Sebab orang-orang yang penuh inisiatif tidak perlu menunggu sang atasan
untuk menyuruhnya melakukan tugas ini dan itu. Dia sendirilah yang berinisiatif untuk itu. Lagi pula, mana ada atasan yang bisa selamanya mengawasi dan menyuapi setiap bawahan?

Dalam Al-Quran ayat ke-7 surat Alam Nasyroh yang berbunyi; "Fa idzaa faroghta fanshob". Yang bila diterjemahkan kalimat itu berarti; "Maka ketika engkau telah selesai mengerjakan suatu urusan, maka kerjakanlah urusan berikutnya."
Dengan kata lain, kalimat itu mengingatkan kita tentang betapa banyaknya hal yang menunggu untuk kita tangani. Sehingga, sesungguhnya kita tidak memiliki cukup alasan untuk berhenti berkarya. Oleh karena itu, orang-orang yang mengikuti nasihat ini bersedia berpindah dari satu tugas kepada tugas lain. Dari satu aktivitas kepada aktivitas lain. Dari satu pencapaian, kepada pencapaian lain.

Kalau begitu kapan sih kita boleh beristirahat? Yah, waktunya istirahat, maka kita istirahat saja. Dan disaat kita harus bekerja, maka bekerjalah kita. Jika kita bisa menempatkan kedua hal itu saja, kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik. Dan dengan prinsip ini tidaklah mungkin kita mengatakan bahwa pekerjaan kita sudah selesai. Sebab jika demikian; apa alasan perusahaan memperpanjang masa kerja kita? Bukankah tidak ada gunanya bagi perusahaan? Ngapain mempekerjakan karyawan untuk suatu pekerjaan yang sudah selesai?



Sebelum mengeluhkan bahwa waktu yang kita miliki tidak cukup,
lebih baik terlebih dahulu memastikan bahwa kegiatan yang kita lakukan
cukup berharga untuk mengisi waktu yang sedikit itu.


Share:

Sabtu, 18 September 2010

Aku Selalu Terjaga Untukmu

Penggalan Gemerisik Ilalang, Sayup Di Telinga Membekas Di Rongga Dada (11)

Dapat aku mengerti bila salah satu dari dua hal yang pasti akan aku temui bila mencintai sesuatu; kebahagiaan ataukah menderita.

Dan lalu kehidupan kita terus berjalan. Bahkan berlari...
Lari dari segala macam hal, mungkin dari kehidupan itu sendiri.

Lantas kau bertanya; "Apakah ada orang yang bisa lolos dari kepedihan?"
Seperti saat kau bersiap untuk terlelap di malam hari, dan terbangun di keesokan paginya. Ia muncul dengan tepat waktu, agak sedikit terlambat saat kau sakit dan lemah.

Seringkali kau berharap untuk hari yang baik.
Jika itu hari yang baik, kau harus memberitahu dirimu; "Kau bisa menyelesaikannya".
Karena hari ini bisa jadi berbeda. Di hari ini mungkin sesuatu akan terjadi...

Lihat! Sebagian orang hidup dengan rasa sakitnya. Karena hanya itu yang mereka miliki. Dan mereka bersamanya, takut akan tergelincir.

Orang seperti aku, yang suka akan bermimpi, dengan atau cara lainnya.

Aku selalu terjaga...


(dari rasa yang terlalu)


Image Hosted by ImageShack.us



Share: