Penggalan Jurnal Kehidupan, Kisah, Inspirasi, Informasi, Tips, Opini

Selasa, 31 Desember 2013

Pekerja Keras atau Penggila Kerjakah Anda?

Sebenarnya, ada dua tipe pekerja yang aktif, yaitu pekerja keras dan penggila kerja. Kedua tipe pekerja itu jelas berbeda. Seorang pekerja keras mengutamakan pekerjaannya selesai dan benar-benar total mengerjakannya. Sementara seorang penggila kerja akan mengerjakan pekerjaannya tanpa paksaan atau tidak takut pada kerjaan yang menumpuk. Mereka malah senang mengerjakannya meski sudah lewat jam kerja.
Meski begitu, dibandingkan pekerja keras, penggila kerja tidaklah sehat. Pekerja keras dikatakan lebih sehat karena mereka terkendali dan dapat dilakukan setiap hari. Sebaliknya, sifat workaholic sebaiknya tak muncul tiap hari karena akan mengganggu kesehatan dan kesulitan bersosialisasi.

Jika dilihat dari jam kerjanya, jam kerja efektif seorang pekerja keras berkisar antara 40 sampai 50 jam per minggu. Ini pun amat membutuhkan intensitas dan konsentrasi ekstra yang sangat tinggi di tempat kerja. Sementara seorang workaholic rata-rata bekerja hingga 90 jam per minggu, tapi kebanyakan tidak efektif.

Bagi kebanyakan orang yang bertipe workaholic, mereka menganggap bekerja itu mengasikkan (fun), sama seperti mereka ketika sedang bermain. Akan tetapi, bukan berarti tidak boleh mengenal lelah. Terlalu senang bekerja hingga tak kenal lelah bisa menimbulkan berbagai hal buruk, tak terkecuali kematian.

Ada enam hal buruk yang bisa muncul dari kebiasaan gemar kerja secara berlebihan:

1. Lupa Caranya Santai

Orang yang terlalu berlebihan dalam bekerja akan kesulitan untuk bersantai. Kelelahan yang dihasilkan dari bekerja menyebabkan orang susah tidur, berat badan terganggu, hingga tekanan darah meningkat.

2. Pola Makan Jadi Tak Teratur

Mereka yang bekerja secara belerbihan cenderung tidak mengatur pola makannya. Di samping itu, jadi lebih sering memilih makanan cepat saji dibanding makanan sehat. Hal itu berdampak buruk ke tubuh.

3. Lupa Tidur

Bekerja secara berlebihan bisa membuat orang lupa tidur. Tidur yang kurang dari enam-delapan jam per hari bisa menyebabkan gangguan ingatan, kesulitan berkonsentrasi, dan obesitas.

4. Kurang Olahraga

Tidak hanya membuat orang lupa makan, lupa tidur dan lupa santai, orang yang terlalu memprioritaskan pekerjaan di atas segalanya juga cenderung lupa olahraga. Padahal, olahraga penting untuk menjaga kondisi tubuh ke depannya.

5. Jadi Gemar Minum Minuman Keras

Dalam sejumlah kasus, mereka yang gemar bekerja juga gemar mengkonsumsi alkohol. Alkohol dianggap sebagai pelarian yang tepat saat kelelahan. Padahal, alkohol memilik efek buruk, terutama bagi jantung.

6. Tak Kenal Sakit dan Lelah

Mereka yang terlalu gemar bekerja cenderung tidak peduli akan kondisi sendiri. Walhasil, sakit dan lelah pun tak dianggap sebagai hal yang patut diperhatikan.

Dibawah ini adalah beberapa kebiasaan utama seorang workaholic :

1. Hanya berpikir untuk bekerja

Workaholic hanya berpikir keras untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mereka cenderung jarang berinteraksi untuk bersosialisasi dengan orang lain. Jika berlibur, mereka tidak akan lupa untuk membawa sedikit pekerjaan untuk dikerjakan kemudian.

2. Kurang percaya untuk mendelegasikan tugas

Workaholic merasa tidak nyaman untuk mendelegasikan tugas begitu saja tanpa kontrol langsung darinya. Bahkan, waktunya dihabiskan untuk mengontrol pekerjaan mereka yang seharusnya didelegasikan dan dipercayakan kepada orang lain.

3. Melupakan aspek lain di dalam hidup

Prioritas utama seorang workaholic adalah pekerjaan. Seorang workaholic bisa saja melupakan agenda penting di dalam hidupnya karena terlalu keras bekerja.

4. Semua jadi satu dalam pekerjaan

Banyak orang beranggapan bahwa mereka harus memaksa diri semaksimal mungkin, bahkan hingga ke titik menyiksa diri agar bisa sukses. Padahal, hal itu berpengaruh pada kondisi tubuh saat ini dan ke depannya.

Namun demikian seorang workaholic bisa membuat hobi mereka, waktu mereka untuk bersenang-senang, menjadi suatu pekerjaan alias lahan bisnis mereka.


Share:

Jumat, 31 Mei 2013

Simplicity Itu Bukan Hal Sepele Bro...

Berawal dari kritikan seorang teman kerja kepada teman kerja gue yang lain untuk membuat simple sebuah project yang tengah dikerjakan, maka gue tergelitik untuk menulis posting ini. Karena betapa tidak, hanya dari kata simple tersebut akhirnya merembet ke perdebatan yang tidak sederhana lagi. Dan setelah project selesai ungkapan “bikin simple saja...” tersebut seolah menjadi bahan joke di tempat kerja yang melahirkan julukan baru “Simple Man” yang merujuk kepada teman gue tersebut.

Beberapa pakar marketing mengatakan bahwa seringkali bisnis hebat justru lahir dari produk yang sepele dan sederhana, yang kemudian dibungkus dengan berbagai macam dramatisasi dan berbagai trik marketing lainnya.

Lihatlah Starbucks yang sebenarnya hanyalah jualan kopi. Fedex, DHL, JNE dan TIKI yang hanyalah mengantarkan barang sampai tujuan. Lihat pula Teh Botol yang hanya menjual produk teh di dalam botol, atau bahkan Aqua yang hanya air putih dalam kemasan botol plastik.

Yup, begitu banyak orang yang terjebak pada pemikiran bahwa simple itu gampang. Padahal untuk menghasilkan bisnis hebat yang awalnya terlihat sepele, justru di belakangnya tersimpan kerumitan yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya. Aktivitas yang mendukung bisnis yang terlihat simple itu justru jauh lebih rumit daripada produk yang dijual. Dan banyak praktisi marketing sudah mengalami sendiri bagaimana repotnya mengurus aktivitas di belakang layar tersebut.

Lihatlah wajah manusia yang cantik, tampan, manis, cute, babyface atau apapun, sebenarnya adalah bungkus atau chasing yang menutupi tengkorak, dan didalam tengkorak ada otak, ada syaraf, otot dan sebagainya yang bekerja terus menerus dan sangat sangat rumit dan kompleks, namun kerumitan kompleksitas ini menawarkan hasil yang sempurna dipermukaan. Manusia bisa dengan sangat mudah berekspresi apapun, seperti tersenyum, mengerlingkan mata, menggerakan mulut, yang mana semua itu dapat dinikmati dengan melihat chasingnya saja tanpa harus melihat kompleksitas bagaimana semua elemen itu bekerja dan saling bereaksi bukan?

Yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa kesederhanaan atau simplicity, itu tidak serta-merta identik dengan keremehan. Upaya menyederhanakan sama sekali bukan hal yang sepele. Dalam kenyataannya pun setiap hari kita berusaha menyederhanakan berbagai hal. Sebab simplicity yang benar adalah simplicity yang enscapsulating complexity, maka kemudahan harus menjadi interface yang menyembunyikan kompleksitas atau kemudahan harus menjadi bungkus dari sebuah kerumitan.

Jadi jelas ‘menyederhanakan’ itu tidak sama dengan ‘menyepelekan’. Menyepelekan itu dekatnya dengan sikap sombong, awalnya menyepelekan, kemudian diikuti dengan kesombongan bahwa “yang lain itu keciiilll”, “saya pasti benar”, “saya yang paling…”, “saya...” dan “saya...”, egoisme akut yang berujung pada keangkuhan, kesombongan, alias takabur.

Berapa banyak sudah yang gagal dan terjerumus hanya karena ‘menyepelekan’. Kasus tuntutan terhadap Mcdonalds yang seolah ‘menyepelekan’ teh panas yang dijualnya tanpa karton tambahan yang melindungi customer dari panas akhirnya berbuah tuntutan terhadap bisnis McDonalds, beberapa raksasa bisnis yang menyepelekan kompetitor kecilnya dan tiba-tiba begitu terkejutnya melihat sedemikian kuat kompetitor tersebut mengepung core market mereka, atau kurang bagaimana saleh dan taatnya iblis di mata Tuhan, ratusan ribu tahun bersujud, tapi hanya karena ‘menyepelekan’ yang melahirkan sikap sombong, akhirnya terkutuk.

Kembali ke ‘Simple Man’, tentu yang dimaksud teman gue tersebut adalah menyederhanakan project yang tengah digarap agar hasilnya bisa user friendly, hanya saja tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Seperti yang dikatakan Leonardo da Vinci, “Simplicity is the ultimate sophistication”.


Share:

Rabu, 15 Mei 2013

Menebar Cerita Luar Biasa Lewat Wewangian

Wangi tubuh merupakan suatu daya pikat tersendiri yang dapat menarik lawan jenis atau laksana dejavu yang mampu menimbulkan kembali memori masa lalu dari sebuah plot kenangan tertentu.



Dari sudut estetika wewangian bisa menggambarkan keindahan, dan secara kejiwaan unsur ini menimbulkan perasaan sempurna pada wanita. Namun yang pasti, wewangian memang mampu memuaskan indera penciuman.

Riwayat parfum berkaitan erat dengan sejarah umat manusia. Kata "perfume" sendiri berasal dari bahasa Latin "per fumum" yang berarti melalui asap. Sejak zaman prasejarah, manusia telah menambah kelezatan pada makanannya dengan membakar minyak dan kayu beraroma.

Kisah kecantikan seorang Ratu Mesir bernama Cleopatra hingga Julius Caesar pun bertekuk lutut dihadapannya. Dan karena kecantikan sejalan dengan wewangian, maka seperti apakah harum parfum seorang Cleopatra yang sangat mempesona itu? Parfum tersebut diperkirakan dibuat dari bahan kemenyan yang diimpor dari wilayah yang kini disebut Somalia. Saat itu kemenyan sangat bernilai dan hanya dipakai di lokasi pemujaan dan lingkungan kerajaan. Orang-orang Mesir kuno di zaman itu menghormati para dewanya dengan kemenyan, salep dan minyak wewangian. Semua menjadi bagian penting kegiatan keagamaan dan keindahan wanita dan pria.

Bagaimana dengan parfum tradisional Indonesia tempo doeloe? Tentunya masyarakat Indonesia sudah gak asing lagi dengan wewangian floral dari melati, mawar, cengkeh, pandan, cendana, hingga gula aren bukan?

Anda ingat cerita seorang pemuda miskin dalam film Perancis berjudul "Parfume"? Jean-Baptiste Grenouille yang bekerja di penyamakan kulit, terpaksa harus disandera rasa penasaran yang luar biasa ketika mencium parfum di tengah perjalanannya ke kota. Grenoulle sibuk menggali memori di balik tebaran wewangian dari sekitarnya. Hingga ia menguasai dunia dengan sebotol kecil parfum yang dikantonginya. Hanya sebotol kecil, tidak sampai setengah liter. Hanya dengan itu saja, orang-orang akan memujanya dimanapun dia berada.

Lain lagi kisah Abu Ahmed, pemilik toko Stay Stylish, begitu cerdik memasukkan sebuah cerita ke dalam botol parfum. Di antara sekian produksi parfum yang ia hasilkan, mungkin M75 adalah salah satu merek parfum yang akan dinobatkan sebagai legenda. Warga Palestina memburunya setiap saat. Parfum ini seolah menjadi penghibur akhir tahun yang sempurna. Membuat seluruh warga Palestina seolah mendengar cerita-cerita kemenangan di balik wewangian M75.

Maka parfum tidak lagi berfungsi sebagai wewangian saja, namun juga tukang cerita, jembatan antara manusia dan cerita di balik moment-moment spesialnya. Dan ketika parfum telah berubah fungsi menjadi tukang cerita, maka bersiaplah mengenang segala yang manis dari setiap wewangian yang Anda cium.

Jika Cleopatra membuat Julius Caesar bertekuk lutut dihadapannya, Grenouille menguasai dunia dengan sebotol kecil parfum, M75 memperdengarkan cerita-cerita kemenangan warga Palestina, dan kearifan budaya tradisional kita dengan wewangian floral yang khas, lalu apa cerita dari parfum Anda?

Yang pasti apa pun ceritanya, terimakasih untuk Anda yang menebar parfum hari ini. Anda, begitu pula Cleopatra, dan yang lainnya, telah menebar banyak cerita yang luar biasa.

Share:

Menghapus Profil Paradoksal di Negeri Paradoks

Situasi yang serba paradoks... itulah yang kita saksikan dan hadapi sehari-hari di era kita. Terkadang paradoks itu cukup menggelikan. Tetapi mungkin itulah kenyataan yang mesti kita hadapi dan langkahi untuk melangkah maju ke masa depan yang lebih baik.


Jika melihat banyaknya orang dari 'negeri paradoks' yang hobi melancong ke luar negeri, tentu hal ini mengindikasikan bahwa kelas menengah 'negeri paradoks' memang benar-benar sudah tumbuh. Pendapatan per kapita yang telah melampaui US$4.000 per tahun sebagai salah satu tolok ukurnya, meski disertai dengan rasio ketimpangan yang membesar.

Mereka melancong ke mana saja, bahkan terkesan royal. Dan sangat ngeh dengan clue "Kalo pergi ke luar negeri pastikan bawa dua kopor, yang satu biarkan kosong agar bisa diisi belanjaan saat pulang."

Gaya mereka berbelanja yang doyan mulai dari barang branded yang harganya puluhan bahkan ratusan juta sampai barang biasa. Padahal, harga barang-barang yang dibeli di luar negeri umumnya relatif lebih mahal, bahkan jauh lebih mahal, ketimbang harga barang yang umumnya juga tersedia di 'negeri paradoks'. Konyolnya, beberapa barang yang dijual di luar negeri sejatinya adalah buatan 'negeri paradoks', dan terang-terang terpampang label "made in negeri paradoks".

Dan begitu kembali ke 'negeri paradoks' lagi, mulailah muncul bayang-bayang ketidakmakmuran berupa infrastruktur yang jauh tertinggal, bandara yang temaram, kadang harus antre mendarat dan mati listrik, jalanan yang sempit dan teramat macet, stasiun kereta yang ketinggalan jaman, serta banyak lagi.

Maka wajarlah bila kerap kita menggerutu dalam hati bila menyaksikan para big spender dari 'negeri paradoks': kok pemerintah 'negeri paradoks' gak bisa menghapuskan subsidi bahan bakar minyak buat mereka? Karena mereka (para pembelanja royal di luar negeri) itu masih menghisap subsidi bahan bakar dari pemerintah, melalui berbagai moda transportasi yang mereka gunakan, baik kendaraan pribadi, taksi dan angkutan lainnya.

Diakui atau tidak, sejumlah perusahaan operator taksi di Jakarta saja, yang jumlah armadanya mencapai puluhan bahkan ratusan ribu mobil, masih menerima subsidi. Armada taksi mereka masih memakai bensin yang disubsidi pemerintah. Malah banyak taksi mobil sedan premium yang seharusnya menggunakan bahan bakar beroktan tertinggi yang tidak bersubsidi, sudah dimodifikasi sedemikian rupa agar cocok meminum bensin bersubsidi.

Lihatlah mobil-mobil operasional yang banyak dipakai perusahaan-perusahaan dan konglomerasi, serta bank-bank di Jakarta, yang jumlahnya juga tak kalah banyak. Bahkan mendominasi gedung parkir, di mana perusahaan itu berkantor. Ya, kebanyakan mobil-mobil mereka juga peminum bahan bakar bersubsidi, padahal laba bersih perusahaan-perusahaan itu mencapai triliunan rupiah setiap tahun.

Itu contoh di skala korporasi. Belum lagi di skala individu yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Tengok saja penjualan mobil baru, yang melampaui 1 juta unit setiap tahun, dan mereka kebanyakan peminum bahan bakar bersubsidi.

Ok, barangkali kita sudah gak heran dengan cerita itu, kan orang kita dikenal paling banyak akal dan paling pintar ngoprek, dan malah gak jarang pakai akal bulus.

Ya inilah 'negeri paradoks', dimana sebenarnya banyak uang, negara juga punya banyak uang, tetapi dikorupsi dan dihambur-hamburkan untuk subsidi bahan bakar karena gaya hidup yang telah terbiasa boros: Tidak hanya doyan belanja, tetapi juga boros energi. Apalagi bahan bakar bersubsidi yang murah telah melestarikan gaya hidup boros energi.

Padahal jika saja mau sedikit lebih berhemat, subsidi yang dihambur-hamburkan setiap tahun bisa banget tuh digunakan untuk membiayai infrastruktur. Kalau bandara 'negeri paradoks' bagus, jalan raya lebar dan mulus, jembatan kokoh dan jalur kereta terhubung ke pelosok negeri, tentu kesan negeri yang kurang makmur akan terpatahkan, sekaligus menghapus profil paradoksal tadi. Apalagi orang-orang 'negeri paradoks' hobi pula melancong ke luar negeri.

Atau jangan-jangan..., mereka melancong ke luar negeri karena banyak tujuan pelancongan di dalam negeri tidak dirawat dan miskin akses yang memadai?

Share:

Kamis, 21 Maret 2013

Salah Keras atau Benar Pelan?

Salah keras masih lebih baik daripada benar tapi pelan atau bahkan nyaris tak terdengar. Karena setidaknya kesalahan bisa segera dikoreksi, tapi benar pelan? Karena tidak terangkat ke permukaan maka kecil kemungkinan sebuah kebenaran berujung dengan koreksi atas suatu kesalahan.

Ditengah persaingan hidup yang kian hari kian berat, maka kerap terjadi penyelewengan demi tujuan memenangkan persaingan. Dan akibat penyelewengan bukan tidak mungkin akan menghancurkan nilai-nilai moral dan budaya di tengah masyarakat bahkan kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Akan halnya keterpurukan bangsa ini, dimana korupsi, suap, penyalah gunaan wewenang, dan seterusnya begitu mewabah, apakah ini mengindikasikan “Suara kebenaran yang nyaris tak terdengar?”. Kemungkinan itu pasti ada.

Kesalahan yang diucapkan dengan keras (transparan) dipastikan akan mengundang kontroversi dan kemungkinan besar berujung pada koreksi. Dan memang resikonya adalah malu, tapi janganlah alergi dengan malu, karena budaya malu masih lebih baik ketimbang tidak punya malu alias bermuka tebal.

Sekarang tinggal bagaimana kita mengapresiasi “Budaya malu”, karena malu memang masih lebih baik daripada tidak merasa malu terhadap perilaku negatif.

"Teriaklah yang lantang untuk suatu kebenaran,
bukan untuk popularitas"

Share:

Rabu, 16 Januari 2013

Inception, Gue Ngerasa Dihargai

Sabtu malam kemarin gue gak kemana-mana... ya karena capek, dan yang pasti karena di luar juga hujan gede seperti digelontorkan dari langit. Tapi gue gak mau terjerumus dalam kejenuhan di rumah gue sendiri, ya alhasil gua mikir... enaknya ngapain sebelum kantuk menjajah mata gue.

Sementara acara TV ngebosenin, sinetron melulu...huff (sorry kalo ada yang tersinggung, emang asli gue gak terlalu suka sama sinetron, telenovela, dan sejenisnya). Buka inet koneksi gak tau kenapa dari kemarin setiap loading tuh cursor lappy gue muter-muter mulu kayak kesetanan.

Akhirnya gue putusin buat nonton film yang pernah gue copy ke lappy gue. Bingung nyari film apa yang cucok dipelototin malam ini... Dan gue tertarik sama film berjudul Inception garapan Christopher Nolan yang diperanin Leonardo DiCaprio. Film lama, tahun 2010 (asli belum sempat gue tonton, terserah kalo kalian pada teriak berjamaah bilang huuu..., gak bakal gue gubris).

Ok, play and let's watch the movie...

Secara garis besar, ide film ini lebih menekankan pada manipulasi imajinasi yang dikemas dengan fantasi yang kompleks dalam wujud mimpi yang bertingkat. Banyak hal tak terduga hampir di setiap liku cerita. Dan terasa makin lengkap dengan efek-efek brilian dan sentuhan scoring yang mantap dari Hans Zimmer, berhasil membuat gue banyak mengernyitkan dahi untuk mencerna jalan ceritanya.

Eitt.. Jangan pernah berpikir gue emang dari sononya lemot karena susah mencerna jalan cerita film yang rumit yak.. enak aja! Gue tuh banyak mengernyitkan dahi nonton nih film karena gue butuh sedikit konsentrasi buat menghayati ceritanya, supaya benar-bernar bisa mengikuti alur filmnya, begituu... Padahal asli di awal-awal nonton film ini gue udah serius... serius dibikin bingung, hhrrr...

Gue di sini gak nulis sinopsisnya, cari aja di web lain... pasti nemu (sorry kalo kecele).

Di sini gue cuma mau bilang kalo gue takjub sama aksi-aksi dalam film Inception, yang seperti hujan malam ini, banyak menggelontorkan kejadian dalam alam bawah sadar karakternya dengan bumbu halusinasi visual.

Dan satu hal lagi yang gue suka dari film ini; gue ngerasa dihargai sama bung Nolan yang menganggap gue memiliki intelektualitas tinggi atau setidak-tidaknya dipercaya kalo gue sanggup berusaha untuk mencapai level intelektualitas yang mumpuni... pokpokpok.

Beres nonton sampe tamat, di luar masih hujan. Tapi sudah gak sederas tadi, cuma gerimis-gerimis mengundang kantuk. Dan gue landing di kasur bener-bener nyenyak bobo...

Share: