Penggalan Jurnal Kehidupan, Kisah, Inspirasi, Informasi, Tips, Opini

Kamis, 21 Mei 2009

Ketika Keteguhan Bersinggungan Dengan Tuntutan Jaman


Keteguhan mempertahankan nilai-nilai kultural seperti layaknya memegang prinsip hidup, hingga tak akan lekang tergerus jaman, ambisi, dan keserakahan. Pilihan itulah yang saat ini masih dipegang teguh oleh Masyarakat adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya.

Namun kemarin banyak media massa memberitakan tentang kemelut yang tengah melanda Kampung Naga yang ikut terkena imbas dari program konversi minyak tanah ke gas, sehingga masyarakat adat Kampung Naga melakukan aksi boikot wisatawan sejak Kamis 14 Mei 2009. Dan hal ini tentu akan mengancam dunia pariwisata di Jawa Barat, karena dalam sebulan diperkirakan Kampung Naga mampu menarik wisatawan hingga 1.500 orang. Lantas mengapa warga Kampung Naga keberatan dengan program konversi minyak tanah ke gas?

Seperti yang kita ketahui bahwa bahan bakar jenis minyak tanah, bagi masyarakat adat Kampung Naga merupakan kebutuhan primer. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan penerangan (tidak menggunakan listrik karena akan merusak nilai kultural dan mengubah keaslian wajah Kampung Naga). Sedangkan untuk kebutuhan memasak, masih menggunakan kayu bakar. Kebutuhan minyak tanah untuk menerangi 121 umpi (rumah) masyarakat kampung naga mencapai 1000 liter/bulan. Dan karena saat ini suplai minyak tanah mulai berkurang maka sudah pasti warga Kampung Naga kesulitan memperoleh minyak tanah.

Sebuah dilema, antara keteguhan mempertahankan nilai kultural dan tuntutan jaman. Bukan tidak mungkin, ketika nilai kultural (prinsip hidup) yang begitu dipegang teguh selama ini, suatu saat pasti akan bersinggungan dengan tuntutan jaman. Yang manakah yang akan jadi juaranya? Akankah keteguhan itu masih dapat dipertahankan?

Kita hanya dapat berharap, mudah-mudahan ditemukan solusi bagi kemelut masyarakat Kampung Naga, karena bagaimana pun nilai kultural dan budaya asli suatu suatu daerah merupakan aset berharga yang harus tetap dilestarikan. Semoga...
(dari berbagai sumber).

Dragonadopters


Share:

11 komentar:

aa mengatakan...

salam kenal,,,,dari yang baru aja ngeblok maohon dukungan nya ya n jangan pernah bosan tuk kasih komen di blog yang baru aja siap setengah hehehhe,,,kunjungan di tunggu ya ...makasih

Seno mengatakan...

Semoga pemerintah memikirkan dampak konversi minyak tanah ke gas ini. Ternyata dampaknya bukan dalam bidang ekonomi saya tapi juga ke bidang kebudayaan juga ya :(

donalduck mengatakan...

berurusan dengan budaya aseli daerah emang ribet, ran.. tapi semoga ada solusi yang menguntungkan 2 pihak. *semoga*

kemaren aku ud komen, ko ga masuk sih ;(

Seti@wan Dirgant@Ra mengatakan...

Emang dilematis bro,... kalau sudah bersinggungan dengan kultur dan budaya. Pola pikir masyarakat sangat sukar untuk dirubah.

Fanda mengatakan...

Kita toh tetap harus berkompromi dgn tuntutan jaman. Kalo kita tak dapat menerimanya, kita yg akan hancur. Kultur bisa tetap dilesatrikan lewat budaya, misalnya tarian atau bentuk rumah, dsb. Kalo konversi minyak tanah ke gas? Itu sih bukan kultur, cuma kebiasaan aja. Minyak tanah mmg harus dikurangi krn mengandalkan fosil. Kalo kita mendukung kelestarian bumi, hrs mau berubah!

penny mengatakan...

hmmmm... sebuah dilema.. tapi dilema simalakama kali ya??
memang adat budaya tetap harus dilestarikan, tapi perkembangan jaman pasti jg ada. semoga ada yg bisa segera mencarikan solusi utk kebaikan kampung nagaa kedepannya, amin

buwel mengatakan...

Maju terus dan sukses selalu kampung naga...

Seno mengatakan...

Wah ternyata sama, lama g posting :)

Abis dari mana sob, kayaknya lagi sibuk nie?

Seno mengatakan...

Ya udah, smoga cepet kelar tugas2nya sob :)

Success always

Fei mengatakan...

perkampungan suku badui juga bukan yah? yg tetap mempertahankan prinsip merka hidup dengan kondisi yg sama dari waktu ke waktu. tidak bersentuhan dengan teknologi

Unknown mengatakan...

ya, semua nilai kultural yg baik harus tetap dipertahankan meskipun jaman semakin canggih.

Posting Komentar