Penggalan Jurnal Kehidupan, Kisah, Inspirasi, Informasi, Tips, Opini

Jumat, 29 Oktober 2010

Anak, Salah Satu Investasi Akhirat yang Gemilang

Maraknya berita anak dibuang sudah pasti membuat kita miris. Betapa tidak, seorang anak yang notabene adalah amanah dari Yang Maha Kuasa ditelantarkan begitu saja. Bukankah bagi seorang anak, pahlawan yang agung adalah seorang dewasa yang berlutut membantunya, seraya berbisik "aku sangat menyayangimu", dan berharap pahlawan yang agung itu adalah orang tua mereka?

Seorang anak adalah "Permata Hati". Keberhasilan orang tua dalam mendidik anak dan menghiasi anak dengan akhlak mulia merupakan sebuah kesuksesan mengkonstruksi hidup dalam bingkai kebahagiaan. Ia bisa menjadi penyejuk mata, dan penentram hati bagi kedua orang tuanya, dan masyarakat yang ada disekitarnya.

Anak yang sholih (cerdas hati dan pikiranya) inilah yang akan menjadi penyambung kebahagiaan hakiki bagi orangtuanya di akhirat kelak. Ia adalah investasi akhirat yang gemilang. Lantas mengapa ia disia-siakan, diterlantarkan, atau bahkan dibuang begitu saja seperti membuang sampah yang tidak berguna? Betapa tega, dan berdosanya orang tua seperti itu.

Maka bisa pula yang terjadi justru sebaliknya (anak membuang orang tuanya), Liputan6.com, "Astaga, Ada Anak Membuang Ibunya". Hukum karma? Wallahualam... Tapi coba kita simak sejenak cerita berikut ini;

Suatu hari hiduplah sepasang suami istri bersama satu orang putra. Mereka tinggal bersama dengan kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia dan buta. Pada awalnya keluarga tersebut hidup dengan tentram dan damai. Sang anak melakukan kewajiban merawat orangtuanya dengan sabar dan penuh bakti. Demikian juga dengan sang menantu, ia selalu setia mengikuti petunjuk sang suami. Tahun demi tahun pun berlalu. Belakangan, keluarga tersebut mengalami keretakan, dan berakhir dengan peristiwa yang sangat menyedihkan.

Suatu hari sang istri mulai merasa bosan merawat mertuanya yang sudah jompo dan buta tersebut. Ia mulai mencari cara untuk menyingkirkannya dari rumah mereka. Akhirnya ia mendapatkan sebuah cara yang amat keji. Tanpa ragu ia pun mengajak suaminya untuk menyingkirkan kedua orangtuanya. Sang istri mulai mendesak.

Istri : ”Pa, saya sangat bosan merawat orangtuamu itu. Mereka berdua sangat menyebalkan dan merepotkan aku. Aku minta singkirkan saja mereka dari rumah kita.”

Suami : ”Lho kenapa? Mereka kan orangtuaku, mereka sudah merawat dan membesarkan aku sampai saat ini. Bagaimana mungkin aku menyingkirkan mereka? Tidak, aku tidak akan menelantarkan orangtuaku…!”

Istri : ”Aku minta tolong singkirkan mereka dari rumah ini pa…!”

Suami : ”Tidak… itu perbuatan yang durhaka… aku tidak mungkin melakukannya…!”

Istri : ”Kalau begitu pilih salah satu saja…! Singkirkan orangtuamu atau aku yang pergi dari rumah ini untuk selama-lamanya”

Sang suami bagaikan memakan buah simalakama. Ia sangat menghormati dan berbakti pada orangtuanya. Namun ia juga sangat menyayangi istrinya. Ia tidak ingin kehilangan keduanya, tetapi sulit baginya untuk memutuskan. Setelah lama ia berpikir dan menimbang, akhirnya sang suami bersedia mengikuti kemauan istrinya. Rencana jahat mulai dilakukan berawal dari kebodohan sang istri.

Suami : ”Sekarang bagaimana aku melakukannya?”

Istri : ”Gampang Pa… Bilang saja pada orangtuamu, bahwa kamu mau mengajak mereka jalan-jalan ke suatu tempat.”

Suami : ”Lantas… bagaimana cara membawanya?”

Istri : ”Sekarang Papa bikin saja keranjang lalu gendong mereka dengan keranjang tersebut dan ketika tiba di hutan ditinggal saja di sana. Dengan begitu biar saja mereka dimakan harimau atau mati kelaparan. Yang penting sekarang kita terbebas dari kewajiban mengurus mereka. Bereskan?”

Sang suami mulai membuat sebuah keranjang. Di sudut ruangan, anaknya yang berusia lima tahun sedang memperhatikannya dan bertanya dengan polos.

Anak : ”Ayah sedang bikin apa?”

Ayah : ”Ayah sedang bikin keranjang nak.”

Anak : ”Untuk apa ayah bikin keranjang?”

Ayah : ”Untuk menggendong kakekmu sewaktu kita rekreasi nanti nak.”

Anak : ”Nanti kalau sudah selesai dipakai, tolong ayah simpan baik-baik di kamar ayah ya!”

Ayah : ”Lah untuk apa anakku sayang?”

Anak : ”Untuk nanti kalau ayah sudah seperti kakek, saya akan menggendong ayah berekreasi dengan keranjang itu juga ayah, biar saya tidak usah repot-repot bikin keranjang lagi kan? Ingat ya ayah!”

Sang ayah merenungkan kata-kata anaknya tadi. Hati sang ayah bergejolak, tangannya gemetar dan akhirnya ia pun menghentikan niat dan rencananya untuk membuang orangtuanya. Rupanya, kata-kata sang anak yang begitu polos telah menyadarkannya dari perilaku yang menyimpang. Ia teringat tentang hukum karma, hukum sebab akibat yang akan terus berputar. Ia pun memeluk anak semata wayangnya penuh kasih sayang dengan satu harapan "semoga anakku menjadi anak yang berbakti terhadap orangtua".

Demikianlah, hukum karma akan selalu berproses dan berlaku universal. Apakah orang percaya atau tidak, sadar atau tidak, diakui atau tidak, hukum karma universal ini akan bekerja sesuai alurnya kepada siapa saja tanpa kecuali.



Share:

1 komentar:

Unknown mengatakan...

wah kejam banget tuh ortu ya..untung si ayah sadar.

Posting Komentar